Pagi tadi Ririn ngajak jalan-jalan. Biasa, minggu pagi
selalu menagih janji untuk jalan-jalan. Walaupun hanya sekedar mengelilingi
kampung. Kali ini rutenya ke sawah. Sekalian ganti bumbung (saluran air dari bambu)
yang hilang entah kemana.
“Kok ke sawah, Pak?” tanya Ririn.
“Ndak papa tho,
sekali-kali ke sawah,” jawabku.
“Kamu nanti bisa lihat traktor, kuntul (sejenis burung
bangau), dan padi yang baru ditanam”
Kukayuh sepeda onthelku di kesejukan pagi. Musim tanam tahun
ini, aku memang yang ngerjakan sawah. Setelah beberapa tahun sebelumnya
digarapkan kepada orang lain. Sebagai petani baru, aku cukup pede untuk segala
hal yang berhubungan dengan pertanian. Padahal secuil pun aku tak paham
menggarap sawah.
Sesampainya di sawah, Ririn bilang mau ikut turun ke sawah.
Aku bilang jangan. Sebab aku cuma mau ganti bumbung. Setelah selesai dan
memastikan airnya lancar aku kembali bersepeda. Kali ini ke pematang seberang. Jalannya
memutar dan harus melewati balai desa.
Kebetulan waktu itu ada traktor yang sedang menggaru (menghaluskan
tanah sawah sebelum di Tanami padi).
“Itu lho, yang namanya traktor,” kataku padanya.
“Oh, itu yang namanya traktor,” jawab Ririn sambil bengong.
“Kamu lihat terus, hapalkan nanti sampai rumah di gambar.”
Ririn memang suka menggambar. Minatnya pada coret-coret
sangat besar. Sampai-sampai waktu belajarpun digunakan untuk menggambar. Aku
kadang tidak tega untuk melarangnya menggambar. Padahal seminggu sekali ia
diles menggambar. Koleksi gambarnya sudah ada 20-an, selain gambar-gambar
yang berserakan dimana-mana. Cuma, aku mau bilang apa.
Setelah memutari pematang, kami pulang. Sepertinya tanaman
yang sudah berumur 7 hari ini baik-baik saja. Tinggal nanti setelah 10 hari
harus diberi pupuk.
Buruh tandur menyelesaikan tanam padi di sawah |
Di balai desa ramai sekali anak-anak pramuka dari SMK Taman
Siswa Sukoharjo. Katanya kemah di bumi perkemahan waduk Mulur. Tapi menginap di
kantor balai desa karena cuaca hujan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar